TERIMAKASIH, RAGA

Aku suka sekali membaca diwaktu malam. Temanku adalah musik dangdut setelan kamar sebelah yang punya daya magis karena speakernya membahana dari pojok ke pojok. Lagunya beragam, khususnya lagu-lagu yang biasa dibawakan Via Vallen.
Malam punya rasa yang berbeda dengan siang. Saat ini, perasaanku terasa damai. Tadinya aku hendak membaca serial ketiga sebuah tetralogi Roman, tapi ada hal yang memerintahkan otakku untuk perlunya menceritakan hal sebuah hal sederhana ini pada kalian "bersihnya pikiran saat membaca diwaktu malam". 
Selepas membuat cemilan berbahan dasar roti tawa yang ku contek dari internet, segera aku lucuti pakaian kering dari hanger untuk kulipat, kurapikan dalam lemari, ada beberapa yang belum kering, jadi aku gantung lagi pada hanger. Setelah pekerjaan melipat baju selesai aku mengisi botok dengan air pel, membasahi kain pel, lalu membersihkan seluruh ruangan kosanku agar bersih dan nyaman untuk ku guling-gulingkan badanku diatasnya. 
Selesai beberes, ku ambil handuk, lekas berbenah diri menuju kasur bersprei ungu. tadinya aku hendak langsung meneruskan membaca, tapi tetiba aku ingat pesan seorang nenek tua yang berbincang dengan kak W (@windy_ariestanty) disebuah salon dijakarta.

Begini katanya : "Merawat diri tidak kenal usia. Itu tanggungjawab tubuh yang jadi kendaraan jiwa".

Waw, aku merasa tertampar setiap kali kalimat ini muncul dikepalaku. Auto ngaca, melihat wajah selama beberapa detik, ku amati setiap sudutnya. Mata yang mencekung, kantung mata yang kian menghitam, wajah yang terlihat lesu, bola mata yang tak bergairah hidup, kulit yang kusam. Begitu penampakan yang kulihat. Tidak pernah aku meniatkan hati untuk perawatan macam-macam. Dan aku memang tidak pernah melakukannya. Sungguh sangat tidak tau terimakasih. 
Setelah berkaca, aku tersenyum, melepaskan penglihatan dan segera mengambil apelembab wajah dan bodylotion (cuma itu yang kupunya).  Ku pakaikan pelan pelambab, mengusap lembut hingga menyeluruh. Ku baluri tanganku dengan bodylotion, hingga kaki. Memijit lembut bagian tungkak hingga ujung jempol. Ku hayati betul, dengan perasaan dalam-dalam. Nyaliku terlalu besar ingin membahagiakan orang lain, sedang berterimakasih pada diri sendiri pun aku masih pincang.

Tak merawat tubuh, sama halnya aku tidak berterimakasih pada Tuhan yang telah menitipkan tubuh yang menjadi tunggangan jiwa. 

Semoga bermanfaat :')


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waduk Penjalin

UNDANGAN KAWINAN DI MASA PANDEMI ITU MASALAH BARU KAUM PROLETAR

Agro wisata Kebun Teh Kaligua